Rabu, 28 November 2012

WACANA PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI INDONESIA


Wacana pendidikan multikultural di Indonesia belum tuntas dikaji oleh berbagai kalangan, termasuk para pakar dan pemerhati pendidikan sekalipun. Di Indonesia pendidikan multikultural relatif baru dikenal sebagai suatu pendekatan yang dianggap lebih sesuai bagi masyarakat indonesia yang heterogen, plural. Pendidikan multikultural yang di kembangkan di Indonesia sejalan dengan pengembangan demokrasi yang dijalankan sebagai counter terhadap kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah (otoda).

Menurut Azyumardi Azra pada level nasional,berakhirnya sentralisme kekuasaan yang pada masa Orde Baru memakssakan “monokulturalisme” yang nyaris seragam, memunculkan raksi balik, yang mengandung implikasi negatif bagi rekontruksi kebudayaan Indonesia yang multikultural.

Penambahan informasi tentang keragaman budaya merupakan model pendidikan multikultural yang mencakup revisi atau materi pembelajaran, termasuk revisi buku-buku teks. Pendidikan multikultural tidak sekedar merevisi materi pembelajaran, tetapi juga melakukan reformasi dalam sistem pembelajaran itu sendiri. Affirmative Action dalam seleksi siswa sampai rekrutmen tenaga pengajar di Amerika adalah salah satu strategi untuk membuat perbaikan ketimpangan struktur terhadap kelompok minoritas.

Pendidikan multikultural dapat mencakup tiga jenis transformasi:
a)      Transformasi diri.
b)      Transformasi sekolah dan proses belajar mengajar.
c)      Transformasi masyarakat.

Wacana pendidikan multikultural dimungkinkan akan terus berkembang seperti bola salju (snow ball) yang menggelinding semakin membesar dan ramai diperbincangkan. Dan yang lebih penting dan kita harapkan adalah, wacana pendidikan multikultural akan dapat diberlakukan dalam dunia pendidikan di negeri yang multikultural ini.

Sumber: Mahfud, Choirul. 2011. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

PENDEKATAN DAN TANTANGAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI INDONESIA


Men-design pendidikan multikultural dalam tatanan masyarakat yang penuh permasalahan antar kelompok, budaya, suku dan lain sebagainya, seperti Indonesia, mengandung tatanan yang tidak ringan. Perlu disadari bahwa pendidikan multikultural tidak hanya sebatas merayakan keragaman. Dalam kondisi demikian, pendidikan multikultural lebih tepat diarahkan sebagai advokasi untuk menciptakan masyarakat yang toleran. Untuk itu diperlukan sejumlah pendekatan. 

Beberapa pendekatan dalam proses pendidikan multikultural, yaitu:
a)      Tidak lagi menyamakan pandangan pendidikan dengan persekolahan, atau pendidikan multikultural dengan program-program sekolah formal.
b)      Menghindari pandangan yang menyamakan kebudayaan dengan kelompok etnik.
c)      Karena pengembangan kompetensi dalam suatu kebudayaan baru biasanya membutuhkan interaksi inisiatif dengan orang-orang yang sudah memiliki kompetensi, maka dapat dilihat jelas bahwa upaya untuk mendukung sekolah-sekolah yang terpisah etnik  merupakan anitesis terhadap tujuan pendidikan multikultural. Mempertahankan dan memperluas solidaritas kelompok akan menghambat sosialisasi ke dalam kebudayaan baru.
d)     Pendidikan multikultural meningkatkan kompetensi dalam beberapa kebudayaan.
e)      Kemungkinan bahwa pendidikan meningkatkan kesadaran tentang kompetensi dalam beberapa kebudayaan. Kesadaran seperti ini akan menjauhkan kita dari konsep dwi budaya atau dikotomi antara pribumi dan nonpribumi.

Tantangan :
a)      Agama, suku bangsa dan tradisi
Agama secara aktual merupakan ikatan yang terpenting dalam kehidupan orang Indonesia sebagai suatu bangsa. Bagaimanapun juga hal itu akan menjadi perusak kekuatan masyarakat yang harmonis ketika hal itu digunakan sebagai senjata politik atau fasilitas individu-individu atau kelompok ekonomi. Di dalam kasus ini, agama terkait pada etnis atau tradisi kehidupan dari sebuah masyarakat.

Masing-masing individu telah menggunakan prinsip agama untuk menuntun dirinya dalam kehidupan di masyarakat, tetapi tidak berbagi pengertian dari keyakinan agamanya pada pihak lain. Hal ini hanya dapat dilakukan melalui pendidikan multikultural untuk mencapai tujuan dan prinsip seseorang dalam menghargai agama.

b)      Kepercayaan
Unsur yang penting dalam kehidupan bersama adalah kepercayaan. Dalam masyarakat yang plural selalu memikirkan resiko terhadap berbagai perbedaan. Munculnya resiko dari kecurigaan/ketakutan atau ketidakpercayaan terhadap yang lain dapat juga timbul ketika tidak ada komunikasi di dalam masyarakat/plural.

c)      Toleransi
Toleransi merupakan bentuk tertinggi, bahwa kita dapat mencapai keyakinan. Toleransi dapat menjadi kenyataan ketika kita mengasumsikan adanya perbedaan. Keyakinan adalah sesuatu yang dapat diubah. Sehingga dalam toleransi, tidak harus selalu mempertahankan keyakinannya.

Sumber: Mahfud, Choirul. 2011. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

PARADIGMA PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI INDONESIA


Indonesia adalah bangsa yang masyarakatnya sangat majemuk atau pluralis. Kemajemukan bangsa Indonesia dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu horizontal dan vertikal. Dalam perspektif horizontal, kemajemukan bangsa Indonesia dapat dilihat dari perbedaan agama, etnis, bahasa daerah, geografis, pakaian, makanan dan budayanya. Sementara, dalam perspektif vertikal, kemajemukaan bangsa Indonesia dapat dilihat dari perbedaan tingkat pendidikan, ekonomi, pemukiman, pekerjaan dan tingkat sosial budaya.

Kemajemukan adalah ciri khas bangsa Indonesia. Seperti diketahui Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau terbesar di dunia, yang mencapai 17.667 pulau besar dan kecil. Dengan jumlah pulau sebanyak itu maka wajarlah jika kemajemukan masyarakat di Indonesia merupakan suatu keniscayaan yang tidak bisa dielakkan. Pada satu sisi, kemajemukan masyarakat memberikan side effect (dampak) secara positif. Namun, pada sisi lain, ia juga menimbulkan dampak negatif, karena faktor kemajemukan itulah terkadang sering menimbulkan konflik antarkelompok masyarakat. Pada akhirnya, konflik-konflik antar kelompok masyarakat tersebut akan melahirkan distabilitas keamanan, sosio-ekonomi, dan ketidakharmonisan sosial.

Oleh karena itu, diperlukan suatu paradigma baru yang lebih toleran, yaitu paradigma pendidikan multikultural. Pendidikan berparadigma multikulturalisme tersebut penting, sebab akan mengarahkan anak didik untuk bersikap dan berpandangan toleran dan inklusif terhadap realitas masyarakat yang beragam, baik dalam hal budaya, suku, ras, etnis maupun agama.

Pendidikan multikulturalisme biasanya mempunyai ciri-ciri:
a)      Tujuannya membentuk manusia budaya dan menciptakan masyarakat berbudaya.
b)      Materinya mengajarkan nilai-nilai luhur kemanusiaan, nilai-nilai bangsa, dan nilai-nilai kelompok etnis (kultural).
c)      Metodenya demokratis yang menghargai aspek-aspek perbedaan dan keberagaman budaya bangsa dan kelompok etnis.
d)     Evaluasinya ditentukan pada penilaian terhadap tingkah laku anak didik yang meliputi persepsi, apresiasi, dan tindakan terhadap budaya lainnya.

Menurut M. Khoirul Muqtafa (2004), paradigma multikultural yang marak didengungkan sebagai langkah alternatif dalam rangka mengelola masyarakat multikultur seperti di Indonesia tampaknya menjadi wacana belaka. Gagasan ini belum mampu dilaksanakan, baik oleh masyarakat maupun pemerintah dalam tindakan praksis.

Dalam melaksanakan pendidikan multikultural ini mesti dikembangkan prinsip solidaritas. Yakni, kesiapan untuk berjuang dan bergabung dalam perlawanan demi pengakuan perbedaan yang lain dan bukan demi dirinya sendiri. Solidaritas menuntut agar masyarakat melupakan upaya-upaya penguatan identitas, melainkan menuntut agar berjuang demi dan bersama yang lain. Dengan berlaku demikian, kehidupan multikultural yang dilandasi kesadaran akan eksistensi diri tanpa merendahkan yang lain diharapkan segera terwujud.


sumber: Mahfud, Choirul. 2011. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

DIMENSI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL


Dimensi pendidikan multikultural menurut James Bank, yaitu:

a)      Dimensi pertama (Contents Integration), yaitu mengintegrasikan berbagai budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan konsep dasar, generalisasi dan teori dalam mata pelajaran atau disiplin ilmu.

b)      Dimensi kedua (The Knowledge Construction Process), yaitu membawa siswa untuk memahami implikasi budaya ke dalam sebuah mata pelajaran (disiplin).

c)      Dimensi ketiga (An Equity Paedagogy), yaitu menyesuaikan metode pengajaran dengan cara belajar siswa dalam rangka memfasilitasi prestasi akademik siswa yang beragam baik dari segi ras, budaya (culture) ataupun sosial (social).

d)     Dimensi keempat (Prejudice Reduction), yaitu mengidentifikasi karakteristik ras siswa yang menentukan metod pengajaran mereka. Kemudian, melatih kelompok untuk berpartisipasi dalam kegiatan olahraga, berinteraksi dengan seluruh staff dan siswa yang berbeda etnis dan ras dalam upaya menciptakan budaya akademik yang toleran dan inklusif.

sumber: Mahfud, Choirul. 2011. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

PENGERTIAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL


Indonesia adalah salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Ada sekitar 300 suku yang menggunakan hampir 200 bahasa yang berbeda. Lebih khusus lagi, apabila dilihat dari cara pandang, tindakan dan wawasan setiap individu yang ada terhadap berbagai macam fenomena sosial, budaya, ekonomi, politik dan terhadap hal-hal lainnya, tak dapat dipungkiri mereka mempunyai pandangan yang beragam. Keragaman ini diakui atau tidak dapat menimbulkan berbagai persoalan seperti yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini.

Pendidikan multikultural menawarkan salah satu alternatif melalui penerapan strategi dan konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat. Di dalam pendidikan multikultural terletak tanggung jawab besar untuk pendidikan nasional. Tanpa pendidikan yang difokuskan pada pengembangan perspektif multikultural dalam kehidupan adalah tidak mungkin untuk menciptakan keberadaan aneka ragam budaya di masa depan dalam masyarakat Indonesia. Multikultural hanya dapat disikapi melalui pendidikan nasional.

James Banks (1993: 3) pendidikan multikultural sebagai pendidikan untuk people of color. Artinya pendidikan multikultural ingin mengeksplorasi perbedaan sebagai keniscayaan (anugrah tuhan atau sunatullah). Hilda Hernandez dalam bukunya Multicultural Education: A Teacher Guide to Lingking Context, Process, and Content, pendidikan Multikultural sebagai perspektif yang mengakui realitas politik, sosial dan ekonomi yang dialami oleh masing-masing individu dalam pertemuan manusia yang kompleks dan beragam secara kultur, dan merefleksikan pentingnya budaya, ras, seksualitas, dan gender, etnisitas, agama, status sosial, ekonomi, dan pengecualian-pengecualian dalam proses pendidikan. Pendidikan multikultural (multicultural education) merupakan respons terhadap perkembangan keragaman populasi sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok.

 Pendidikan multikulturalisme biasanya mempunyai ciri-ciri:
a)      Tujuannya membentuk manusia budaya dan menciptakan masyarakat berbudaya.
b)      Materinya mengajarkan nilai-nilai luhur kemanusiaan, nilai-nilai bangsa, dan nilai-nilai kelompok etnis (kultural).
c)      Metodenya demokratis yang menghargai aspek-aspek perbedaan dan keberagaman budaya bangsa dan kelompok etnis.
d)     Evaluasinya ditentukan pada penilaian terhadap tingkah laku anak didik yang meliputi persepsi, apresiasi, dan tindakan terhadap budaya lainnya.

SumberMahfud, Choirul. 2011. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Selasa, 27 November 2012

MASYARAKAT MULTIKULTURAL


Masyarakat multikultural adalah masyarakat yang terdiri atas beragam kelompok sosial dengan sistem norma dan kebudayaan yang berbeda. Masyarakat multikultural merupakan bentuk dari masyarakat modern yang anggotanya terdiri dari berbagai golongan, suku, etnis, ras, agama, dan budaya. Dalam masyarakat multikultural, perbedaan kelompok sosial, kebudayaan dan suku bangsa dijunjung tinggi. Namun tidak berarti adanya kesenjangan dan perbedaan hak dan kewajiban diantara mereka. Masyarakat multikultural memperjuangkan kesederajatan antara kelompok minoritas dan mayoritas, baik secara hukum maupun secara sosial. Masyarakat multikultur sekaligus juga adalah masyarakat yang menolak semua bentuk rasisme dan diskriminasi di dalam segala bentuknya.

Karakteristik multikultur :
1.      Adanya konduksi dalam hubungan interpersonal
2.      Ciri khas dan karakteristik budaya,adat, bahasa dan kebiasaan setiap daerah diberi kesempatan untuk berkembang dan menjadi aset yang dimiliki oleh bangsa
3.      Adanya kebebasan untuk mengembangkan diri dengan tetap saling menghargai
4.      Pluralitas dilihat sebagai perbedaan yang harus dihargai dan dihormati
Multikulturalisme menuntut masyarakat untuk hidup penuh toleransi, saling pengertian antarbudaya dan antarbangsa dalam membina suatu dunia baru. Masyarakat multikultural akan mendorong lahirnya nasionalisme multicultural, yaitu nasionalisme yang dibangun berdasarkan perbedaan budaya masing-masing kelompok pembentuknya.

Merujuk pada pengertian mengenai konsep multikultural tersebut, di dalam masyarakat multikultural perbedaan yang ada tidak hanya sekedar untuk diakui saja (seperti pada masyarakat majemuk), tetapi juga pada taraf yang lebih jauh lagi, yaitu diperlakukan secara setara. Masyarakat multikultural dapat menampung seluruh perbedaan yang ada secara setara sehingga dapat menjadi daya ikat bagi seluruh keberagaman etnis, budaya, agama, dan lain-lain untuk mewujudkan integrasi sosial dalam masyarakat tersebut. Kesetaraan/kesedarajatan diantara perbedaan yang ada menjadi ciri pokok dalam masyarakat multikultur. Di dalam konsep masyarakat multikultur, masyarakatnya dituntut untuk mampu hidup secara berdampingan dan saling berlaku adil dalam segala bidang kehidupan (hukum, politik, sosial, pendidikan, dll.) meskipun berbeda suku, ras, agama, dan golongan. Kesadaran mengenai multikultural ini  mendorong setiap orang untuk bertoleransi, menghargai, dan menjunjung tinggi perbedaan yang ada. Dengan sikap yang demikian itu akan memperkecil benih-benih konflik di masyarakat.

Macam-macam Multikulturalisme
Bikhu Parekh membedakan 5 macam multikulturalisme sebagai berikut  : 
1. Multikulturalisme isolasionis yang mengacu pada kehidupan masyarakat yang hidup dalam kelompok-kelompok kultural secara otonom. Keragaman diterima, namun masing-masing kelompok berusaha mempertahankan identitas dan budaya mereka secara terpisah dari masyarakat umum lainnya. 

2. Multikulturalisme akomodatif yaitu sebuah masyarakat plural yang memiliki kultur dominan, namun yang dominan juga memberikan ruang bagi kebutuhan kultur yang minoritas. Antara yang dominan dan minoritas saling hidup berdampingan, tidak saling menentang dan tidak saling menyerang. Jembatan akomodasi tersebut biasanya dengan merumuskan dan menerapkan hukum, undang-undang atau peraturan lainnya.

3. Multikulturalisme otonomis, dalam masyarakat ini, setiap kelompok masyarakat kultur berusaha mewujudkan equality (kesetaraan) dengan budaya yang dominan serta berusaha mencapai kehidupan otonom dalam kerangka politik yang dapat diterima secara kolektif. Tujuan akhir dari kelompok ini adalah setiap kelompok dapat tumbuh eksis sebagai mitra sejajar.

4. Multikulturalisme kritikal dan interaktif. Dalam masyarakat ini mengutamakan upaya tercapainya kultur kolektif yang dapat menegaskan dan mencerminkan perspektif distingtif mereka. Dalam pelaksanaannya, biasanya terjadi pertentangan antara kelompok dominan dengan kelompok minoritas.

5. Multikulturalisme kosmopolitan. Dalam masyarakat ini akan berusaha menghilangkan sama sekali batas-batas kultur sehingga setiap anggota secara individu maupun kelompok tidak lagi terikat oleh budaya tertentu. Kebebasan menjadi jargon utama dalam keterlibatan dan eksperimen pengetahuan interkultural serta mengembangkan kehidupan kulturalnya masing-masing secara bebas.

Dalam konsep multikulturalisme isolasionis, masyarakatnya meski sudah mengakui perbedaan yang ada namun tingkat kesadaran akan multikulturalisme itu sendiri masih rendah. Di dalam masyarakat ini masih melekat sikap primordial (yang cukup kuat), masyarakat masih cenderung mempertahankan identitas dan budaya mereka masing-masing. Mereka belum benar-benar mampu menganggap perbedaan yang ada sebagai suatu bagian kesatuan nasional, atau dengan kata lain, identifikasi yang diberikan masih pada batasan terhadap kelompoknya sendiri dan belum sampai pada taraf masyarakat yang lebih luas, yaitu negara. Dengan kenyataan yang seperti itu akan mempersulit untuk terwujudnya akulturasi, terlebih lagi terwujudnya asimilasi.

Di dalam masyarakat multikulturalisme akomodatif, tingkat kesadaran terhadap multikulturalisme sudah lebih tinggi dibanding pada masyarakat multikulturalisme isolasionis. Terdapat kultur mayoritas dominan dalam masyarakat ini. Namun melalui perumusan kebijakan/aturan dapat menjembatani antara yang dominan dengan yang minoritas.

Satu tingkat kesadaran lebih tinggi terhadap multikulturalisme yaitu pada masyarakat multikulturalisme otonomis. Kultur dominan masih tetap ada dalam masyarakat seperti ini. Tetapi, kesetaraan ingin benar-benar diwujudkan antara minoritas dengan kultur mayoritas. Sehingga harapannya semua kelompok pada akhirnya dapat hidup berdampingan secara sejajar.

Sedangkan pada masyarakat kritikal dan interaktif  juga memiliki tingkatan lebih tinggi mengenai kesadaran terhadap multikulturalisme.  Dengan kesadaran terhadap multikulturalisme yang tinggi tersebut, masayarakat ingin mewujudkan adanya kultur kolektif. Namun setiap kelompok menginginkan kulturnya, secara nyata dan setara, dimasukkan sehingga merupakan bagian dari kultur kolektif tersebut. Karena sulitnya mewujudkan hal tersebut, dalam prosesnya biasanya sangat mungkin terjadi pertentangan antara yang dominan dan yang minoritas.

Tingkat kesadaran paling tinggi terhadap  multikulturalisme ada pada masyarakat multikulturalisme kosmopolitan. Meskipun setiap masyarakat bebas mengembangkan kulturnya masing-masing namun identifikasi diri sudah tidak terikat pada suatu kelompok atau budaya tertentu. Identifikasi diri sudah pada taraf masyarakat yang lebih luas, yaitu negara. Batas-batas kultur pun ingin dihilangkan dalam masyarakat ini.


DAFTAR PUSTAKA
Abdulsyaani. 1987. Sosiologi : Skematika, Teori, dan Terapan. Jakarta : PT Bumi Aksara

         Abdul Munir M dkk. 2008. Diskriminasi di Sekeliling Kita : Negara, Politik Diskriminasi,  dan Multikulturalisme. Yogyakarta : Interfidei
Syahrial SR. Dasar-dasar Sosiologi.
           Aris Saefulloh. 2009. Membaca Paradigma Pendidikan dalam Bingkai Multikulturalisme (Jurnal).     Purwokerto : Insania




NEGARA YANG KUAT DILIHAT DARI BIDANG BUDAYA


Latar Belakang
            Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki banyak pulau. Ada 17.508 pulau yang tersebar di seluruh kedaulatan Republik Indonesia, yang terdiri atas 6.044 pulau yang bernama dan hanya kurang lebih 3.000 yang dihuni penduduk. Di samping kekayaan alam dengan keanekaragaman hayati dan nabati, Indonesia dikenal dengan keberagaman budayanya. Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat, cara berpakaian, dan kebiasaan. Di Indonesia terdapat puluhan etnis yang memiliki budaya masing-masing. Misalnya, etnis Aceh, etnis Batak, etnis Minang, etnis dayak, etnis sunda, etnis jawa, dan lain-lain.

            Dengan keberagaman budaya yang dimiliki Indonesia inilah dapat mencerminkan betapa kuatnya negara Indonesia, karena mampu hidup bersama dan saling berdampingan satu sama lain. Keberagaman budaya Indonesia mampu menjadi daya tarik orang banyak untuk sekedar mengetahui atau berlibur ke Indonesia. Namun sayang, fenomena yang terjadi saat ini, masyarakat Indonesia belum sepenuhnya menjaga budayanya sehingga ada negara tetangga yang mengklaim budaya Indonesia sebagai budayanya. Tentu fenomena ini sangatlah merugikan Indonesia dan melemahkan kekuatan negara Indonesia itu sendiri.

Kekuatan Negara
Setiap bangsa mempunyai cita-cita karena cita-cita berfungsi sebagai penentu untuk mencapai tujuan. Tujuan bangsa Indonesia telah dicantumkan dalam Pembukaan UUD 1945. Dalam usaha mencapainya banyak mengalami hambatan, tantangan, dan ancaman. Oleh karena itu, perlu kekuatan untuk mewujudkannya. Kekuatan untuk menghadapi masalah tersebut dikenal dengan istilah Ketahanan Nasional. Ketahanan Nasional adalah kondisi dinamis suatu bangsa, berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan untuk mengembangkan kekutan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan, serta gangguan baik yang datang dari luar dan dalam yang secara langsung dan tidak langsung membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa  dan negara serta perjuangan mengejar tujuan nasionalnya.
(Sumber: Pendidikan Kewarganegaraan, hal: 188-189)

Keragaman budaya Indonesia
            Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 17.508 pulau besar dan kecil. Diantaranya, sejumlah 6.044 pulau sudah diberi nama. Hanya kurang lebih 3.000 pulau yang dihuni penduduk. Indonesia dikenal subur dengan flora dan faunanya. Di bumi Indonesia terdapat kekayaan alam yang melimpah. Selain itu Indonesia juga memiliki keanekaragaman budaya.
(Sumber: Pendidikan Kewarganegaraan, hal: 167-168)

E. B. Tylor (1871), Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
(Sumber: Sosiologi Suatu Pengantar, hal: 150)

Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain kebudayaan kelompok sukubangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok sukubangsa yang ada didaerah tersebut. Dengan jumlah penduduk 200 juta orang dimana mereka tinggal tersebar dipulau-pulau di Indonesia. Mereka juga mendiami dalam wilayah dengan kondisi geografis yang bervariasi. Mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat peradaban kelompok-kelompok sukubangsa dan masyarakat di Indonesia yang berbeda. Pertemuan-pertemuan dengan kebudayaan luar juga mempengaruhi proses asimilasi kebudayaan yang ada di Indonesia sehingga menambah ragamnya jenis kebudayaan yang ada di Indonesia. Kemudian juga berkembang dan meluasnya agama-agama besar di Indonesia turut mendukung perkembangan kebudayaan Indonesia sehingga mencerminkan kebudayaan agama tertentu. Bisa dikatakan bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat keaneragaman budaya atau tingkat heterogenitasnya yang tinggi. Tidak saja keanekaragaman budaya kelompok sukubangsa namun juga keanekaragaman budaya dalam konteks peradaban, tradsional hingga ke modern, dan kewilayahan.
(Sumber: http://etnobudaya.net/2009/07/24/keragaman-budaya-indonesia/, diakses pada Selasa, 25 September 2012)

Artikel:

Malaysia Dituduh Sebagai "Pencoleng" Budaya Indonesia
Liputan 6 – Sel, 19 Jun 2012
Liputan6.com, Jakarta: Pemerintah Indonesia dituntut untuk mewaspadai sekaligus bersikap "garang" menghadapi perilaku "tidak berbudaya" pemerintah Malaysia, karena seringkali mengklaim kepemilikan warisan budaya nusantara yang telah berkembang secara turun-temurun di masyarakat Indonesia.
Belakangan, sikap Malaysia yang berencana memasukkan tarian Tor-Tor dan musik Gondang  Sembilan dari adat Batak Mandailing, Sumatera Utara ke dalam Seksyen 67 Akta Warisan Kebangsaan 2005 negara itu, semakin menegaskan Malaysia sesungguhnya pencoleng kekayaan budaya RI.
            Pemerintah memang tidak pernah jelas dalam menjaga kehormatan nilai-nilai budaya kita, termasuk tidak berani bersikap tegas, apalagi bersikap garang pada Malaysia. Karena itu, wajar bila Malaysia terus seenaknya mengakui warisan budaya Indonesia, jelas Ketua Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle (SMC), Syahganda Nainggolan, dalam siaran persnya yang diterima Liputan6, Selasa (19/6), di Jakarta.
Tak Cuma itu, lanjutnya, saat Malaysia berani menganggu wilayah kedaulatan RI, pemerintah pun tak banyak mengambil pusing. Bahkan, lebih jauh dengan terjadinya pembunuhan tiga TKI asal Nusa Tenggara Barat beberapa waktu lalu, pemerintah juga terbilang lembek dalam menyikapinya.
Menurut Syahganda, beberapa kasus pengakuan sepihak budaya Indonesia oleh Malaysia dimulai terhadap Batik. Namun, akibat langkah Indonesia mendaftarkan jenis kerajinan tersebut ke Badan PBB untuk Pendidikan, Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan atau Unesco (United Nations, Educational, Scientific and Cultural Organization), akhirnya Batik dikukuhkan sebagai warisan asli budaya Indonesia pada 2 Oktober 2009.
            Klaim Malaysia berlanjut pada lagu Rasa Sayange milik kebanggaan Maluku dan tetap tidak berhasil, sehingga pada 11 November 2007, Menteri  Penerangan, Komunikasi dan Malaysia, Datuk Seri Rais Yatim, menyatakan Rasa Sayange adalah lagu daerah milik Indonesia.
Berikutnya, klaim masih dilakukan untuk kesenian Reog Ponorogo (Jawa Timur), Wayang Kulit (Jawa Tengah), Kuda Lumping (Jawa), Tari Pendet dan Tari Piring (Sumatera Barat), Angklung (Jawa Barat), Gamelan Jawa, senjata pusaka Keris (Jawa-Bali), serta meliputi keragaman makanan khas Indonesia di antaranya Rendang Daging.
            Syahganda menambahkan, ulah Malaysia dalam upaya tidak bersahabat itu dapat dipandang merusak nilai-nilai historis yang dimililiki suatu negara, di samping cara-caranya yang menusuk dari belakang untuk kemudian melukai perasaan rakyat Indonesia sebagai tetangga terdekat. (ARI)

Analisis
Indonesia yang merupakan negara kepulauan memiliki beragam budaya yang sangat menarik untuk dikaji dan ditelaah. Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat, cara berpakaian, dan kebiasaan. Dari segi kebudayaan Indonesia inilah dapat menciptakan kekuatan negara Indonesia itu sendiri, dengan banyaknya wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia membuktikan betapa menariknya budaya Indonesia. Indonesia dapat terkenal dan dipandang oleh masyarakat seluruh dunia dengan beragam budaya yang dimilikinya.

Tidak semua Negara memiliki keberagaman budaya seperti yang dimiliki Indonesia. Dengan demikian keberagaman budaya memberikan manfaat bagi bangsa kita diantaranya, yaitu:
·         Dalam bidang bahasa, kebudayaan daerah yang berwujud dalam bahasa daerah dapat memperkaya perbendaharaan istilah dalam bahasa Indonesia.
·         Dalam bidang pariwisata, keberagaman budaya dapat di jadikan objek dan tujuan pariwisata di indonesia yang bisa mendatangkan devisa.
·         Pemikiran yang timbul dari sumber daya manusia masing-masing daerah dapat pula di jadikan acuan bagi pembangunan nasional.

Namun, hal-hal negatif yang terjadi seperti contohnya pada artikel yang berjudul “Malaysia Dituduh Sebagai "Pencoleng" Budaya Indonesia” sangatlah merugikan negara Indonesia. Peristiwa ini akan berdampak buruk pada kekuatan Indonesia yakni di bidang kebudayaan. Masyarakat Indonesia harus bisa mempertahankan budayanya dan mampu menghindari konflik-konflik seperti pencurian kebudayaan kita oleh negara lain.

Masyarakat Indonesia dituntut untuk mewaspadai sekaligus bersifat tegas dalam menghadapi perilaku tidak berbudaya pemerintah Malaysia, karena seringkali mengklaim kepemilikan warisan budaya nusantara yang telah berkembang secara turun-temurun di masyarakat Indonesia.  Apa yang dikatakan Syahganda, Ketua Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Mearuke, menurut saya benar, pemerintah Indonesia tidak pernah sungguh-sungguh dalam menjaga dan memelihara kehormatan nilai-nilai budaya Indonesia. Pemerintah Indonesia cenderung bersifat lemah dan tidak berani bersikap tegas terhadap apa yang telah dilakukan negara Malaysia. Maka bisa dilihat, Malaysia seenaknya mengakui budaya Indonesia sebagai budayanya sendiri. Ulah negara Malaysia ini sangat tidak bersahabat, padahal jika dilihat dari letak geografis Malaysia adalah negara tetangga yang sangat dekat letaknya dengan Indonesia. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap kekuatan negara Indonesia, karena akan merusak nilai-nilai historis budaya Indonesia dan memburukkan nama Indonesia di mata dunia.

Budaya Indonesia yang diklaim Malaysia sebagai budayanya sendiri tidak tanggung-tanggung yakni lebih dari satu diantaranya seperti reog ponorogo, tari pendet, batik, lagu rasa sayange dan masih banyak lagi. Sungguh sudah sepantasnya pemerintah Indonesia bertindak tegas dalam menyelesaikan masalah ini, karena hal ini sangat melecehkan masyarakat Indonesia layaknya penipuan yang sangat besar.

Jika dikaji dari sisi lain, sebenarnya kita tidak dapat langsung sepenuhnya menyalahkan negara Malaysia. Masyarakat Indonesia itu sendiri juga turut andil dalam masalah ini. Sifat masyarakat Indonesia yang acuh tak acuh terhadap budayanya, tidak mengakui budayanya sendiri dan membiarkan saja budayanya punah oleh zaman juga bisa menjadi titik permasalahan. Sifat masyarakat Indonesia yang cenderung baru mengakui itu budayanya sendiri, setelah negara lain mengakui salah satu tersebut milik negaranya. Padahal sebelum ada pengklaim tersebut, masyarakat Indonesia tidak mencoba mengenalkan budayanya pada khalayak dunia, dan melestarikan serta menjaga budayanya itu.

Di sinilah dituntut sifat masyarakat Indonesia yang mengandung prinsip ketahanan nasional, agar tercapai suatu kekuatan negara Indonesia yang kokoh. Ketahanan Nasional adalah kondisi dinamis suatu bangsa, berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan, serta gangguan baik yang datang dari luar dan dalam yang secara langsung dan tidak langsung membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mengejar tujuan nasionalnya. Masyarakat Indonesia dituntut mampu melestarikan budaya Indonesia secara turun temurun agar budaya tersebut tetap terjaga kelestariannya dan mampu mempertahankan nilai-nilai historis yang terkandung dalam budaya itu. Salah satu caranya yaitu: masyarakat Indonesia mau mempelajari budaya-budayanya, memperkenalkannya pada masyarakat luar, tidak merasa malu dengan budayanya itu dan selalu mengeksistensikan dirinya dalam pemeliharaan budaya tersebut.


Kesimpulan
Fenomena pengklaim budaya Indonesia oleh Malaysia ini akan berdampak buruk pada kekuatan negara Indonesia khususnya di bidang kebudayaan. Masyarakat Indonesia harus bisa mempertahankan budayanya dan mampu menghindari konflik-konflik seperti pencurian kebudayaan kita oleh negara lain lagi. Dan fenomena pengklaiman budaya oleh negara Malaysia ini dapat menjadi fenomena pengklaiman pertama dan terakhir terhadap budaya Indonesia.

Oleh karena itu, masyarakat Indonesia harus berpegang teguh pada semboyan nenek moyang negara Indonesia yaitu bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Jadi berbagai kebudayaan dan suku budaya harus tetap bersatu dan rukun dalam melestarikan kebudayaan Indonesia untuk menuju negara Indonesia yang ramah dan kaya akan kebudayaannya. Dan menunjukkan kekuatan negara Indonesia dengan memiliki beragam kebudayaan sangat berbeda dengan negara lainnya di dunia.



Daftar Pusataka
http://etnobudaya.net/2009/07/24/keragaman-budaya-indonesia/ diakses pada Selasa, 25 September 2012.
Soekanto, Soerjono. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Sunarso, dkk. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: UNY Press.

Senin, 26 November 2012

PERBEDAAN SOSIOLOGI DENGAN PSIKOLOGI

PERBEDAAN SOSIOLOGI DAN PSIKOLOGI

 gambar 1. ilustrasi Sosiologi


Psikologi (dari bahasa Yunani Kuno: psyche = jiwa dan logos = kata) dalam arti bebas psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa/mental. Psikologi tidak mempelajari jiwa/mental itu secara langsung karena sifatnya yang abstrak, tetapi psikologi membatasi pada manifestasi dan ekspresi dari jiwa/mental tersebut yakni berupa tingkah laku dan proses atau kegiatannya, sehingga Psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan proses mental.



Sosiologi berasal dari bahasa latin, dari kata socius dalam bahasa indonesia berarti kawan dan logos yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kondisi masyarakat. Sosiologi juga dapat diartikan ilmu yang mempelajari hubungan antara individu dengan individu, individu dengan masyarakat, dan masyarakat dengan masyarakat. Selain itu, Sosiologi adalah ilmu yang membicarakan apa yang sedang terjadi saat ini, khususnya pola-pola hubungan dalam masyarakat serta berusaha mencari pengertian-pengertian umum, rasional, empiris serta bersifat umum.


gambar 2. Sosiologi

DAFTAR PUSTAKA
Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
http://www.anneahira.com/pengertian-sosiologi.htm diakses pada Senin, 26 November 2012.


Minggu, 25 November 2012

KESUKUBANGSAAN DAN INTEGRASI NASIONAL



A. LATAR BELAKANG
Setiap bangsa pada dasarnya senantiasa berdiri diatas landasan pluralitas sosio-kultur. Tak ada suatu bangsa yang benar-benar homogen masyarakatnya. Bahkan keanekaragaman jelas-jelas merupakan keniscayaan yang tak mungkin terelakkan dan tak terbantahkan dalam realitas kehidupan bersama sebangsa, dimana pun dan kapan pun. Bangsa Indonesia telah lama menyadari akan beragaman suku, agama , ras dan budaya. Lebih dari itu masyarakat Indonesia mengakui keberagaman merupakan anugerah dari Tuhan yang harus dijaga dan ter-integrasi.
Segala keragaman yang ada di Indonesia, tidak mengahalangi bangsa Indonesia dalam menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa yang nantinya akan membentuk sebuah integrasi bangsa yang mampu hidup damai saling berdampingan. Rasa integrasi ini telah terbukti dengan adanya kemerdekaan yang diraih oleh Indonesia dimana Indonesia mampu bebas dan bangkit dari belenggu- belenggu para penjajah.

Bhineka Tunggal Ika menjadi semboyan akan bersatunya bangsa Indonesia untuk hidup rukun berdampingan. Melalui ini bangsa Indonesia mampu menciptakan integrasi didalam keragaman suku bangsa yang luar biasa. Hasrat dan semangat bangsa Indonesia ini juga tertuang didalam pancasila yang meletakkan dalam sila ke tiga yakni persatuan Indonesia dimana suku- suku bangsa diharapakan agar bisa menyatu, rukun, berkeluarga, serta menjunjung tinggi toleransi antar suku bangsa.

Keberagaman suku bangsa tidak hanya memberikan suatu poin positif bagi bangsanya namun juga akan menimbulkan masalah yang besar bahkan mampu memecah belah suatu bangsa. Inilah suatu tantangan bagi bangsa Indonesia, agar tetap bisa menjaga integrasi antar suku bangsa yang ada di Indonesia. Negara memiliki andil besar dalam penentuan masa depan bangsa di Indonesia. 

B. RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimanakah kesukubangsaan di Indonesia?
2.      Bagaimanakah integrasi masyarakat Indonesia?
3.      Bagaimana pengaruh kesukubangsaan terhadap integrasi nasional masyarakat Indonesia?

C. PEMBAHASAN
1. Kesukubangsaan di Indonesia

Indonesia merupakan negara yang majemuk yang terdiri dari beragam suku bangsa. Tidak ada yang tahu jumlah pasti seluruh suku bangsa di Indonesia, namun menurut survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik ada sekitar 1.128 jumlah suku bangsa yang ada di Indonesia.

Keberagaman suku bangsa di Indonesia itu tentu tidak terjadi secara tiba-tiba. Perbedaan suku bangsa itu diperoleh dari fakta sejarah yang mencatat bahwa dulu masing-masing suku bangsa berada dalam kuasa kerajaan-kerajaan dalam jumlah banyak. Faktor lain yang mempengaruhi beragamnya suku bangsa di Indonesia diantaranya adalah letak astronomis maupun geografis, banyaknya pulau yang terpisahkan lautan, keragaman bahasa maupun budaya, latar belakang sejarah perjuangan bangsa, lingkaran hukum adat, serta kekerabatan dan perbedaan agama.

Penjajahan yang dirasakan oleh penduduk Nusantara ini mau tidak mau menghasilkan dampak buruk dan penderitaan bagi rakyat yang berujung pada disintegrasi yang juga merupakan pengaruh dari politik adu domba yang digencarkan penjajah. Pengalaman berabad-abad di bawah tekanan kaum penjajah itu telah mendorong munculnya solidaritas, tekad, dan tujuan bersama untuk bebas dari belenggu penjajahan. Dengan dipelopori oleh mahasiswa selaku kaum muda terpelajar, semangat kebangsaan digelorakan dan mencapai puncaknya dengan munculnya kesadaran nasional pada diri mahasiswa. Mahasiswa berusaha menghindari semangat kesukubangsaan dan membangun semangat kebangsaan, yaitu ke-Indonesiaan.

Semangat itu dideklarasikan dalam Sumpah Pemuda 1928. Dengan Sumpah Pemuda tersebut, mahasiswa bukan saja mampu melepaskan diri dari perangkap sistem pendidikan nasional, tetapi lebih dari itu, mahasiswa telah berperan besar dalam menciptakan pandangan nation-state yaitu, ke-Indonesiaan yang ruang lingkupnya melintasi batas-batas kesukubangsaan.

gambar 1. beragamnya jenis baju adat yang ada di Indonesia


2. Integrasi Nasional

Howard Wriggins menyatakan bahwa integrasi merupakan penyatuan bagian-bagian yang berbeda-beda dari suatu masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih utuh atau memadukan masyarakat-masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi satu bangsa.

Ide pokok integrasi nasional adalah memaksimalkan persamaan dan meminimalkan perbedaan dalam pendayagunaan potensi, pemenuhan aspirasi, dan penanggulangan setiap masalah kebangsaan

Aspek integrasi nasional diantaranya yaitu:
·         Kesadaran pentingnya memelihara eksistensi bangsa dari segala bentuk ancaman.
·         Kemampuan sistem politik nasional dalam mengakomodasikan aspirasi masyarakat.
·         Kemampuan desentralisasi pemerintah sebagai salah satu faktor untuk memperbesar kesadaran, kreativitas, dan kontribusi masyarakat sebagai salah satu pilar utama integrasi nasional.
3. Kesukubangsaan dan Integrasi Nasional di Indonesia
Koentjaraningrat (1982: 345) mengemukakan usaha untuk mempersatukan penduduk Indonesia yang majemuk paling sedikit menyangkut empat masalah yang masing-masing mempunyai dasar serta lokasi berbeda dan karena itu memerlukan kebijaksanaan yang berbeda pula. Keempat masalah tersebut adalah: 1) masalah mempersatukan aneka warna suku bangsa, 2) masalah hubungan antar umat beragama, 3) masalah hubungan mayoritas-minoritas, 4) masalah integrasi kebudayaan Papua dengan kebudayaan Indonesia lainnya.
Sebaliknya potensi bersatu paling sedikit untuk bekerja sama juga ada dalam setiap hubungan antara suku bangsa dan golongan. Kontjaraningrat (1995: 385) menyebut adanya dua potensi penting, yaitu: 1.) Warga dua suku bangsa yang berbeda dapat saling bekerjasama secara sosial ekonomi, apabila mereka bisa mendapatkan lapangan mata pencaharian hidupnya yang berbeda-beda dan saling melengkapi. 2.) Warga dari dua suku bangsa yang berbeda juga dapat hidup berdampingan tanpa konflik, apabila ada orientasi ke arah satu golongan ketiga yang dapat menetralisasi hubungan antara kedua suku bnagsa tadi.
Di Indonesia terdapat berbagai macam kebudayaan yang berasal dari hampir seluruh suku  bangsa. Dengan keanekaragaman ini kita dapat  mewujudkan masyarakat multikultural, apabila warganya dapat hidup berdampingan, toleran dan saling menghargai. Nilai budaya tersebut bukan hanya sebuah wacana, tetapi harus menjadi patokan penilaian atau pedoman etika dan moral dalam bertindak yang benar dan pantas bagi orang Indonesia. Nilai tersebut harus dijadikan acuan bertindak, baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik maupun dalam tindakan individual.
Kemajemukan masyarakat Indonesia adalah sebuah realitas sosial, dan integrasi nasional adalah substansi utamanya. Dalam konteks pluralitas masyarakat Indonesia, konsep integrasi nasional Indonesia, hendaknya diartikan bukan sebagai benda akan tetapi harus diartikan sebagai semangat untuk melakukan penyatuan terhadap unsur-unsur dan potensi masyarakat Indonesia yang beraneka-ragam. Integrasi nasional harus dimaknai sebagai sebuah spirit bangsa untuk memandang kehidupan yang serba majemuk itu sebagai semangat untuk bersatu. Integrasi nasional adalah kata kunci untuk membangun dan membina serta mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang hidup dalam alam kemajemukan masyarakat dan budayanya. Jadi tidak akan ada lagi menonjolkan salah satu suku dan melemahkan yang lain. Kini adalah saatnya untuk mempersatukan suku-suku bangsa di Indonesia untuk mewujudkan integrasi nasional yang kokoh.
C. KESIMPULAN
Indonesia adalah negara yang memiliki banyak sekali suku bangsa. Hal ini tentu tidak bisa dilepaskan dengan sejarah bangsa Indonesia yang memiliki banyak sekali kerajaan pada mas lalu. Seiring dengan adanya kolonialisme di Indonesia kerajaan-kerajaan runtuh dan menyisakan penjajahan. Suku-suku di Indonesia mulai dibangkitkan agar terintegrasi kembali ketika kaum mahasiwa berjuang menegakkannya pada momentum Sumpah Pemuda. Ketika itulah setiap suku terintegrasi secara nasional yang berbuah kemerdekaan. Dan kini setelah Indonesia merdeka keberagaman suku bangsa ini seringkali dijadikan sebuah alasan perpecahan di kalangan masyarakat. Sehingga diperlukan adanya pemersatu yang harus kita junjujg tinggi yakni Bhineka Tunggal Ika. Komunikasi, interaksi, dan kerjasamapun tidak dapat dilepaskan disini semuanya harus bahu-membahu untuk mewujudkan integrasi nasional dan menghindari perpecahan.

gambar 2. keberagaman budaya Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Mahfud, Choirul. 2011. Pendidikan Multikultural. Yogykarta: Pustaka Pelajar.

Pratiwi, Poerwanti Hadi. 2012. Integrasi Nasional. Diunggah dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Poerwanti%20Hadi%20Pratiwi,%20S.Pd.,%20M.Si./2-PIN-Konsep%20Integrasi%20Nasional.pdf pada hari Kamis Tanggal 20 September 2012 pukul 12.15 WIB.

Pratiwi, Poerwanti Hadi. 2012. Sejarah Kesukubangsaan. Diunggah dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Poerwanti%20Hadi%20Pratiwi,%20S.Pd.,%20M.Si./4-PIN-Sjrh%20Kesukubangsaan.pdf pada hari Kamis Tanggal 20 September 2012 pukul 12.09 WIB.

Tri Joko Sri Haryono. 2012. Analisis Studi Etnografi. Diunggah dari http://trijokoantro-fisip.web.unair.ac.id/artikel_detail-42195-Multikulturalisme%20dan%20KesukubangsaanANALISIS%20STUDI%20ETNOGRAFI%20.html pada hari Kamis Tanggal 20 September 2012 pukul 12.30 WIB.