Masyarakat
multikultural adalah masyarakat yang terdiri atas beragam kelompok sosial
dengan sistem norma dan kebudayaan yang berbeda. Masyarakat multikultural
merupakan bentuk dari masyarakat modern yang anggotanya terdiri dari berbagai
golongan, suku, etnis, ras, agama, dan budaya. Dalam masyarakat multikultural,
perbedaan kelompok sosial, kebudayaan dan suku bangsa dijunjung tinggi. Namun
tidak berarti adanya kesenjangan dan perbedaan hak dan kewajiban diantara
mereka. Masyarakat multikultural memperjuangkan kesederajatan antara kelompok
minoritas dan mayoritas, baik secara hukum maupun secara sosial. Masyarakat multikultur sekaligus
juga adalah masyarakat yang menolak semua bentuk rasisme dan diskriminasi di
dalam segala bentuknya.
Karakteristik multikultur :
1. Adanya
konduksi dalam hubungan interpersonal
2. Ciri
khas dan karakteristik budaya,adat, bahasa dan kebiasaan setiap daerah diberi
kesempatan untuk berkembang dan menjadi aset yang dimiliki oleh bangsa
3. Adanya
kebebasan untuk mengembangkan diri dengan tetap saling menghargai
4. Pluralitas
dilihat sebagai perbedaan yang harus dihargai dan dihormati
Multikulturalisme
menuntut masyarakat untuk hidup penuh toleransi, saling pengertian antarbudaya
dan antarbangsa dalam membina suatu dunia baru. Masyarakat multikultural akan
mendorong lahirnya nasionalisme
multicultural, yaitu nasionalisme yang dibangun berdasarkan
perbedaan budaya masing-masing kelompok pembentuknya.
Merujuk
pada pengertian mengenai konsep multikultural tersebut, di dalam masyarakat
multikultural perbedaan yang ada tidak hanya sekedar untuk diakui saja (seperti
pada masyarakat majemuk), tetapi juga pada taraf yang lebih jauh lagi, yaitu diperlakukan
secara setara. Masyarakat multikultural dapat menampung seluruh perbedaan yang
ada secara setara sehingga dapat menjadi daya ikat bagi seluruh keberagaman
etnis, budaya, agama, dan lain-lain untuk mewujudkan integrasi sosial dalam
masyarakat tersebut. Kesetaraan/kesedarajatan diantara perbedaan yang ada menjadi
ciri pokok dalam masyarakat multikultur. Di dalam konsep masyarakat
multikultur, masyarakatnya dituntut untuk mampu hidup secara berdampingan dan
saling berlaku adil dalam segala bidang kehidupan (hukum, politik, sosial,
pendidikan, dll.) meskipun berbeda suku, ras, agama, dan golongan. Kesadaran
mengenai multikultural ini mendorong
setiap orang untuk bertoleransi, menghargai, dan menjunjung tinggi perbedaan
yang ada. Dengan sikap yang demikian itu akan memperkecil benih-benih konflik
di masyarakat.
Macam-macam
Multikulturalisme
Bikhu
Parekh membedakan 5 macam multikulturalisme sebagai berikut
:
1. Multikulturalisme
isolasionis yang mengacu pada kehidupan masyarakat yang hidup dalam kelompok-kelompok
kultural secara otonom. Keragaman diterima, namun masing-masing kelompok
berusaha mempertahankan identitas dan budaya mereka secara terpisah dari
masyarakat umum lainnya.
2. Multikulturalisme
akomodatif yaitu sebuah masyarakat plural yang memiliki kultur dominan, namun
yang dominan juga memberikan ruang bagi kebutuhan kultur yang minoritas. Antara
yang dominan dan minoritas saling hidup berdampingan, tidak saling menentang
dan tidak saling menyerang. Jembatan akomodasi tersebut biasanya dengan
merumuskan dan menerapkan hukum, undang-undang atau peraturan lainnya.
3. Multikulturalisme
otonomis, dalam masyarakat ini, setiap kelompok masyarakat kultur berusaha
mewujudkan equality (kesetaraan)
dengan budaya yang dominan serta berusaha mencapai kehidupan otonom dalam
kerangka politik yang dapat diterima secara kolektif. Tujuan akhir dari
kelompok ini adalah setiap kelompok dapat tumbuh eksis sebagai mitra sejajar.
4. Multikulturalisme
kritikal dan interaktif. Dalam masyarakat ini mengutamakan upaya tercapainya
kultur kolektif yang dapat menegaskan dan mencerminkan perspektif distingtif
mereka. Dalam pelaksanaannya, biasanya terjadi pertentangan antara kelompok
dominan dengan kelompok minoritas.
5. Multikulturalisme
kosmopolitan. Dalam masyarakat ini akan berusaha menghilangkan sama sekali
batas-batas kultur sehingga setiap anggota secara individu maupun kelompok
tidak lagi terikat oleh budaya tertentu. Kebebasan menjadi jargon utama dalam
keterlibatan dan eksperimen pengetahuan interkultural serta mengembangkan
kehidupan kulturalnya masing-masing secara bebas.
Dalam
konsep multikulturalisme isolasionis, masyarakatnya meski sudah mengakui
perbedaan yang ada namun tingkat kesadaran akan multikulturalisme itu sendiri
masih rendah. Di dalam masyarakat ini masih melekat sikap primordial (yang
cukup kuat), masyarakat masih cenderung mempertahankan identitas dan budaya
mereka masing-masing. Mereka belum benar-benar mampu menganggap perbedaan yang
ada sebagai suatu bagian kesatuan nasional, atau dengan kata lain, identifikasi
yang diberikan masih pada batasan terhadap kelompoknya sendiri dan belum sampai
pada taraf masyarakat yang lebih luas, yaitu negara. Dengan kenyataan yang
seperti itu akan mempersulit untuk terwujudnya akulturasi, terlebih lagi
terwujudnya asimilasi.
Di
dalam masyarakat multikulturalisme akomodatif, tingkat kesadaran terhadap
multikulturalisme sudah lebih tinggi dibanding pada masyarakat
multikulturalisme isolasionis. Terdapat kultur mayoritas dominan dalam
masyarakat ini. Namun melalui perumusan kebijakan/aturan dapat menjembatani
antara yang dominan dengan yang minoritas.
Satu
tingkat kesadaran lebih tinggi terhadap multikulturalisme yaitu pada masyarakat
multikulturalisme otonomis. Kultur dominan masih tetap ada dalam masyarakat
seperti ini. Tetapi, kesetaraan ingin benar-benar diwujudkan antara minoritas
dengan kultur mayoritas. Sehingga harapannya semua kelompok pada akhirnya dapat
hidup berdampingan secara sejajar.
Sedangkan
pada masyarakat kritikal dan interaktif juga memiliki tingkatan lebih tinggi mengenai
kesadaran terhadap multikulturalisme.
Dengan kesadaran terhadap multikulturalisme yang tinggi tersebut,
masayarakat ingin mewujudkan adanya kultur kolektif. Namun setiap kelompok
menginginkan kulturnya, secara nyata dan setara, dimasukkan sehingga merupakan
bagian dari kultur kolektif tersebut. Karena sulitnya mewujudkan hal tersebut, dalam
prosesnya biasanya sangat mungkin terjadi pertentangan antara yang dominan dan yang
minoritas.
Tingkat
kesadaran paling tinggi terhadap multikulturalisme
ada pada masyarakat multikulturalisme kosmopolitan. Meskipun setiap masyarakat
bebas mengembangkan kulturnya masing-masing namun identifikasi diri sudah tidak
terikat pada suatu kelompok atau budaya tertentu. Identifikasi diri sudah pada
taraf masyarakat yang lebih luas, yaitu negara. Batas-batas kultur pun ingin
dihilangkan dalam masyarakat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulsyaani.
1987. Sosiologi : Skematika, Teori, dan
Terapan. Jakarta : PT Bumi Aksara
Abdul
Munir M dkk. 2008. Diskriminasi di
Sekeliling Kita : Negara, Politik Diskriminasi, dan Multikulturalisme. Yogyakarta
: Interfidei
Syahrial SR. Dasar-dasar Sosiologi.
Aris
Saefulloh. 2009. Membaca Paradigma Pendidikan dalam Bingkai Multikulturalisme
(Jurnal). Purwokerto : Insania
0 komentar:
Posting Komentar