Jumat, 11 Januari 2013

PERBEDAAN SOLIDARITAS MEKANIK DAN SOLIDARITAS ORGANIK


Berikut ini adalah perbandingan antara sifat-sifat  masyarakat yang berdasarkan pada solidaritas mekanik   dan sifat masyarakat yang didasarkan pada solodaritas organik. Berdasarkan teori yang disampaikan Emile Durkheim.

Solidaritas mekanik
Solidaritas organik
·         pembagian kerja randah
·         kesadaran kolektif kuat
·         hukum represif dominan
·         individualitas rendah
·         konsensus terhadap pola-pola normatif itu penting
·         ketrlibatan komunitas dalam menghukum orang yang menyimpang
·         seacar relatif saling ketergantungan itu rendah
·         bersifat primitif atau pedesaan
·         Pembgaian kerja tinggi
·         Kesadaran kolektif lemah
·         Hukurestitutif dominan
·         Induvidualitas tinggi
·         Konsesnsus pada nilai=nilai abstrak dan umum itu penting
·         Badan-bandan kontrol sosiaL yang menghukum orang yang mnyimpang
·         Saling ketergantungan yang tinggi
·         Bersifat industrial-perkotaan
SUMBER: Jhonshon, Doyle Paul.1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: PT Gramedia

AUGUSTE COMTE


Auguste Comte adalah seorang filusuf dari perancis yang sering kali disebut sebagai peletak dasar bagi ilmu Sosiologi. Dan dia pula-lah yang memperkenalkan nama 'Sociology'. Auguste Comte lahir pada tahun 1789 di kota monpellier perancis selatan.Orang tua Comte adalah pegawai di kerajaan dan penganut sgama katolik yang saleh. Bertolak belakang dengan keinginan orang tuanya yang ingin menjadikan comte ahli agama, comte tumbuh menjadi anak yang berpikiran bebas dan memiliki kemampuan untuk berpikir tentang dirinya sendiri. Pada pertumbuhannya comte mendapat pendidikan local di monpellier dan mendalami matematika.pada usia 16 tahun Comte pindah ke Paris dan masuk sekolah politeknik studi keinsinyuran. Saat itu Comte benar benar menunjukkan pikiran bebasnya dan membuat dia di keluarkan dari sekolah itu. Akhirnya dia kembali ke Monpellier lagi, namun tidak betah lama, sehingga dia kembali ke Paris dan saat itulah bertemu dengan Saint Simon.Sejak saat Comte resmi menjadi murid sekaligus sekretaris dari Saint Simon.
Saat bersama Saint simonlah Auguste Comte mampu mengembangkan daya pikirnya yang bebas. Karena melihat bakatnya maka saint simon menjadikan Comte sebagai penulis karangan karangannya. Namun terjadi perselisihan diantara keduanya dan tidak pernah menyelesaikan dengan damai hingga sang guru meninggal.

Dari sekian banyak buku yang tercipta hanya ada satu buku yang menjadi karya terbesar auguste Comte yaitu A course of positive philosophy. Buku inilah yang menguraikan seluruh pemikiran dari Auguste Comte terdiri dari beberapa jilid. Jilid 1 terbit tahun 1848 dan disusul 5 jilid berikutnya.

Teori Teori Sosial Comte
Comte membagi sosiologi menjadi dua bagian, yaitu Social Static dan Social Dynamic. Sosial static merupakan suatu hukum bagi aksi- reaksi antara bagian bagian dari suatu sistem social. Dan social dynamic merupakan teori tentang perkembangan dan kemajuan masyarakat manusia. Bila social static merupakan studi masyarakat yang didalam saling berhubungan akan menghasilkan pendekatan yang paling elementer terhadap sosiologi. Namun studi tentang hubungan social yang terjadi antara bagian bagian itu takkan pernah dipelajari tanpa memahaminya sebagai hasil dari perkembangan. Itulah sebabnya Comte berpendapat bahwa tidak akandiperoleh pemahaman yang layak tanpa menggunakan pendekata social dynamic atau pendekatanhistoris.
  Social Dynamic
Social dynamic merupakan ilmu yang mempelajari perkembangan masyarakat manusia, namun Comte tidak membicarakan asal mula manusia karena akan menimbulkan imajinasi yang berlebih. Sedangkan ajaran positivisme yang ia kemukakan mengatakan bahwa ilmu pengetahuan harus bisa di buktikan dalam kenyataan.
Comte mengakui adanya hewan yang bermasyarakat.Namun ia kurang setuju dengan adanya validasi bahwa manusia berasal dari hewan. Ia berpikir pasti ada hukum umum yang bisa menjelaskan kesinambungan perkembangan social masyarakat pada kala itu. Comte menambahkan bahwa ada perbedaan antara hewan dengan manusia. Manusia memiliki intelegensi yang lebih tinggi daripada hewan. Dengan asumsi tersebut Comte mengajukan tentang 3 ingkatan perkembangan manusia. Yaitu theologies, metaphysic (abstrak), scientific (positive).

1. The law of three stages
The law of three stages atau hukum tentang 3 tingkatan pemikiran, adalah hokum tentang perkembangan intelegasi manusia, dan yang berlaku tidak hanya terhadap perkembangan masyarakat, namun juga terhadap individu. Hukum ini merupakan generalisasi dari tiap bagian dari pemikiran manusia yang berkembang semakin maju melalui tiga tahap pemikiran yaitu :
a. Zaman Teologis
Pada zaman teologis, manusia percaya bahwa dibelakang gejala-gejala alam terdapat kuasa - kuasa adikodrati yang mengatur fungsi dan gerak gejala - gejala tersebut. Kuasa - kuasa ini dianggap sebagai makhluk yang memiliki rasio dan kehendak seperti manusia, tetapi orang percaya bahwa mereka berada pada tingkatan yang lebih tinggi dari pada makhluk – makhluk insan biasa.
Zaman teologis dibagi lagi menjadi tiga periode berikut :
·         Animisme. Tahap Animisme merupakan tahap paling primitif karena benda-benda dianggap mempunyai jiwa.  Politeisme. Tahap Politeisme merupakan perkembangan dari tahap pertama. Pada tahap ini manusia percaya pada dewa yang masing - masing menguasai suatu lapangan tertentu; dewa laut, dewa gunung, dewa halilintar dan sebagainya. Monoteisme. Tahap Monoteisme ini lebih tinggi dari pada dua tahap sebelumnya, karena pada tahap ini, manusia hanya memandang satu Tuhan sebagai Penguasa.

b.Zaman Metafisis
Pada zaman ini manusia hanya sebagai tujuan pergeseran dari tahap teologis. Sifat yang khas adalah kekuatan yang tadinya bersifat adi kodrati,diganti dengan kekuatan-kekuatan yang mempunyai pengertian abstrak, yang diintegrasikan dengan alam.

c. Zaman Positif
Zaman ini dianggap Comte sebagai zaman tertinggi dari kehidupan manusia. Alasanya ialah  pada zaman ini tidak ada lagi usaha manusia untuk mencari penyebab - penyebab yang terdapat dibelakang fakta-fakta. Manusia kini telah membatasi diri dalam penyelidikannya pada fakta-fakta yang disajikannya.Atas dasar observasi dan dengan menggunakan rasionya, manusia berusaha menetapkan relasi atau hubungan persamaan dan urutan yang terdapat antara fakta-fakta. Pada zaman terakhir inilah dihasilkan ilmu pengetahuan dalam arti yang sebenarnya.

Hukum tentang tiga tahap ini menerangkan perkembangan intelektual suku bangsa manusia pada umumnya, tetapi juga perkembangan pikiran setiap orang individual. “sebagai anak kita menjadi teolog, sebagai pemuda ahli metafisisk, sebagai dewasa ahli ilmu alam”. Mula-mula ilmu-ilmu dikuasaai oleh konsep-konsep teologi, kemudian oleh khayalan metafisis, akhirnya oleh pengetahuan positif.

2. The law of the hierarchie of the sciencies
Hukum kedua dari social dynamic adalah hierarki dari ilmu pengetahuan. Comte menyakini derajat kompleksitas setiap ilmu pengetahuan tergantung dari perkembangan pemikiran manusia. Dari yang abstrak menuju konkrit. Susunan sesuai dengan hierarki sains itu adalah sebagai berikut :
·         Matematika adalah sains universal karena dapat diterapkan untuk semua hal
·         Astronomi yang didasarkan pada matematika diterapkan pada semua benda fisik di angkasa.
·         Fisika yang berkaitan dengan unsur-unsur yang ditemukan di bumi ini dan juga dunia fisik yang lain
·         Kimia yang lingkupnya lebih tebatas tetapi dapat diterapkan pada area yang sama dengan fisika
·         Biologi yang menyelidik dengan makhluk hidup
·    Sosiologi, sains baru yang secara khusus sangat diminati Comte dan hendak dikembangkannya untuk menyelidiki perilaku manusia sebagai makhluk sosial.

3. The Law Of The Correlation of practical Activities
Comte yakin pemikiran theologies mirip dengan pemikiran militerisme, yaitu menjawab semua permasalahan dengan kekuatan(force). Dan tahap metafisis, prinsip prinsip hukum alam menjadi dasar bagi organisasi kemasyarakatan dan hubungan antar kebebasan manusia. Tahap metafisis merupakan tahap transisi menuju positive, sama dengan perkembangan Industri sebagai aktivitas yang dominan dalam factor menentukan hubungan antar manusia. Dan semua ini menurut Comte adalah sebagai hasil perkembangan ilu pengetahuan positif. Perang yang dulu berkecamuk akan dengan perlahan menghilang seiring berkembangnya Industri. Menimbulkan kesatuan nasional yang mengarah ke humanitis.

Dengan uraian ini sebenarnya Comte hendak menunjukkan bahwa terdapat korelasi atau hubungan antara tingkat pikiran manusia dengan organisasi social atau tindakan tindakan praktis manusia.

4. The Law of the Correlation of the Feeling
Comte menganggap bahwa masyarakat hanya dapat disatukan oleh feeling.  Demikianlah sejarah telah memperlihatkan adanya korelasi antara perkembangan pemikiran dengan perkembangan social sentiment. Pada zaman theologies, sentiment social hanya terbatas pada masyarakat local, kemudian pada abad pertengahan dimana social sentiment mulai meluas seiring dengan pertumbuhan agama Kristen dianggap sebagai abad dalam tahapan metafisis. Dan pada tahapan positif rasa sympathy meluas secara universal. Comte yakin sikap positif pikiran manusia mampu mengembangkan semangat aluristis dan menguniversalkan perasaan social.


Social Statics
Fungsi social static adalah mencari hukum tentang aksi reaksi darpada berbagai bagian dalam sistem social. Jika dalam social dynamic berusaha mencari hukum hukum tentang gejala social di dalam perbedaan waktu dari suatu pertumbuhan, maka social static mencari hukum tentang gejala gejala social yang bersamaan waktu terjadinya. Comte mengajukan 4 doktrin dalam social staticnya.

1.      The doctrine of Individual
Comte mengatakan bahwa teori tentang sikap sikap dasar manusua individual adalah penting bagi sosiologi. Namun ia tidak mengatakan bahwa itu penting bagi psikologi

2.      The doctrine of family
Keluarga merupakan kelompok yang terbentuk melalui instink dan daya tarik alamiah. Individu akan membentuk keluarga. Keluarga inilah yang merupakan dasar dari kepribadian manusia dan basis semangat sosial. Keluarga yang menjadi jembatan antara egoistic dan altruistic. Keluarga merupakan kebutuhan hidup masyarakat. Jika keadaan keluarga tidak stabil maka akan terjadi disorganisasi sosial

3.      The doctrine of Society
Masyarakat dapat diumpamakan seperti organisme. Keluarga adalah merupakan sel-sel dari masyarakat. Oleh sebab itu di dalam masyarakat ada saling ketergantungan pada setiap manusia. Hubungan timbal balik antar keluarga adalah inti dari interaksi dari masyarakat.
Jadi masyarakat adalah:
· Suatu kerjasama hubungan-hubungan yang saling memiliki keter­gantungan yang terjadi tidak di atas landasan instinc/daya tarik ilmiah, akan tetapi atas landasan pembagian pekerjaan,
· Masyarakat adalah laksana organisme di dalam pengertian umum,
· Batas-batas dari masyarakat adalah kemanusiaan itu sendiri.

4.      The doctrine of state
Masyarakat yang semakin komplek akan menciptakan pembagian kerja. Agar pembagian kerja dapat berjalan dengan baik, maka perlu institusi yang mengatur. Institusi tersebut adalah negara. Sehingga fungsi dari negara adalah menjaga kesatuan sosial melalui suatu kelompok politik. Sistem yang mengatur adalah Pemerintahan. Hak pribadi tetap diakui, negara hanya bertugas mengawasi dan menga­tur inilah dasar ilmu pengetahuan sosiologi dari Comte tentang kon­sep negara dan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA Siahaan, M Hotman. 1986. Pengantar kea rah sejarah dan teori sosiologi. Jakarta : erlangga

HERBERT SPENCER


Spencer dilahirkan di kota kecil Derby Inggris pada 27 April 1820 dan meninggal pada tahun 1930. Dia anak tunggal seorang guru sekolah. Karena kesehatannya yang kurang mengijinkan, dia dididik di rumah. Latar belakang sedemikian inilah mungkin yang membuat semua karya Spencer bercorak independen.

Pada mulanya Spencer adalah seorang insinyur sipil yang bekerja di perusahaan kereta api selama empat tahun. Selanjutnya dia tertarik pada bidang politik dan masalah-masalah sosial. Artikel pertamanya di bidang ilmu Sosial dimuat di majalah Non Conformist pada tahun 1842 dan juga di muat pada majalah Economist pada tahun 1848. Sejak itulah dia memutuskan untuk tidak lagi berprofesi sebagai insinyur sipil tetapi memperdalam 9 pengetahuannya di ilmu pengetahuan sosial khususnya sosiologi.           
                                                                                                               
Spencer adalah termasuk tokoh pendiri sosiologi sesudah Comte. Dia juga memperkenalkan konsep-konsep evolusi sosial sebagai dasar ilmu sosiologi. Di dalam karya utamanya Systhetic Philosophy yang terdiri dari sepuluh jilid, termuat seluruh teori evolusi universal yang dikembangkan Spencer; meliputi evolusi biologi, sosiologi, dan etika. Tulisan ini mengukuhkan Spencer sebagai orang yang menganut filsafat sintesis yang menggabungkan beberapa ilmu menjadi satu.

Uniknya, karya besar Spencer tersebut tidak berkembang di negaranya sendiri, Inggris sebaliknya sangat populer di Amerika Serikat. Kenyataan ini bisa dimengerti karena pada akhir abad ke-19 spirit kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan mendapat tempat yang seluas-luasnya di Amerika Serikat. Para ilmuan Amerika lebih akrab dengan karya Spencer dibandingkan dengan  karya ilmuan-ilmuan lainnya. Lebih-lebih menjelang akhir perang saudara di Amerika Serikat. Namun demikian, Spencer tetap diakui sebagai bapak sosiologi Inggris, sekalipun teorinya mempengaruhi jalan pikiran tokoh-tokoh peletak dasar sosiologi Amerika seperti War, Cooley, Giddings, Small, Sumner, dan lain-lain.

Seluruh tulisan Spencer, bertumpu pada teori evolusi, bahkan sepuluh tahun sesudah karyanya diterbitkan, muncullah tulisan yang cukup menggemparkan dunia karya Charles Darwin; Origin of Species (1959) yang banyak diilhami oleh filsafat sintetiknya Spencer terutama tentang teori evolusi universal.

Spencer adalah tokoh yang juga menentang Comte. Terutama tentang pendapat Comte mengenai jenjang-jenjang ilmu pengetahuan. Namun banyak orang menduga bahka Comte-lah yang banyak mengilhami tulisan tentang dasar-dasar sosiologi Spencer. Padahal hal itu tidak terbukti, karena selain pertentangan, kedua orang ini memiliki persamaan di dalam mengembangkan sosiologi, di mana persamaan itu hanya bersifat kebetulan. Antara Comte dan Spencer memiliki persamaan pendapat (secara kebetulan) bahwa semua fenomena sosial itu merupakan interrelasi dari keseluruhan yang terjadi. Keduanya juga mengakui adanya kesatuan dan independensi ilmu. Bedanya hanya kalau Comte mengeluarkan psikologi dan jenjang ilmu pengetahuan Spencer justru menempatkan psikologi sesudah biologi dan sebelum sosiologi. Kedua tokoh besar ini juga sama-sama berpendapat bahwa ilmu pengetahuan  harus bersandar pada akal sedangkan hal-hal yang bersifat metafisis harus dikeluarkan dari ilmu pengetahuan. Juga keduanya sama-sama mengakui bahwa hukum alam dan uniformalitas yang mengatur jagad raya.

Pertanyaan Spencer selalu berupa: Mengapa hal ini ada? Mengapa hal itu berubah? Dengan pertanyaan sedemikian ini dia masuk ke dalam usaha untuk mencari sumber-sumber yang asli dan menganalisis perkembangan yang beranekaragam ide yang tersirat di dalamnya. “Sebelum kita mengkaji kehidupan sosial, adalah perlu untuk memahami terlebih dahulu hukum-hukum asli tentang kehidupan sosial tersebut serta perkembangan setiap fenomena dan hukum-hukum umum mengenai evolusi”, kata Spencer. Hukum  tersebut merupakan proposisi dasar yang melibatkan seluruh beda di dunia ini, baik itu berupa benda inorganis, benda organis atau sosial yang disebut super organik.

Spencer memulai tiga garis besar teori umum yaitu apa yang disebutnya dengan tiga kebenaran universal yang berbunyi: (1) adanya materi yang tidak terusakkan, (2) adanya kesinambungan gerak, (3) adanya tenaga kekuatan yang terus menerus. Di samping itu ada proposisi yang berasal dari kebenaran universal yaitu:
a.       Kesatuan hukum, kesinambungan hubungan antara kekuatan-kekuatan yang tidak pernah muncul dengan sia-sia dan tanpa akhir.
b.      Bahwa kekuatan tersebut tidak pernah musnah namun akan ditransformasikan ke dalam bentuk persamaan yang lain.
c.       Segala sesuatu yang bergerak sepanjang garis setidak-tidaknya akan dirintangi oleh suatu kekuatan yang lain.
d.      Adanya suatu irama daripada gerakan atau disebut dengan gerakan alternatif.

Menurut Spencer, harus ada suatu hukum yang dapat menguasai kombinasi antara faktor-faktor yang berbeda-beda di halaman proses evolusioner ini. Dan hukum itu ialah pernyataan bahwa hilangnya sesuatu gerakan biasanya diiringi oleh tujuan gerakan itu sendiri dan akan munculnya suatu disintergrasi dari keadaan tersebutt atau menurut Spencer, adanya evolusi selalu diikuti oleh disolusi. Evolusi yang sederhana hanyalah merupakan suatu gerak yang hilang dan merupakan suatu redistribusi dari keadaan. Evolusi itu sendiri terjadi dimana-mana dalam bentuk inorganik seperti astronomi dan geologi, kehidupan organik seperti biologi dan psikologi serta kehidupan superorganik seperti sosiologi.

Spencer mengajukan empat pokok penting tentang sistem evolusi umum yaitu:
a.       Kestabilan yang homogen. Setiap homogenitas akan semakin berubah dan membesar dan akan kehilangan homogenitasnya karena kejadian setiap insiden tidak sama besar.
b.      Berkembangnya faktor yang berbeda-beda dalam ratio geometris. Berkembangnya bentuk-bentuk yang sebenarnya hanya merupakan batas dari suatu keseimbangan (equilibrium) saja, yaitu suatu keadaan yang seimbang yang berhadapan dengan kekuatan-kekuatan yang lain.
c.       Kecenderungan  terhadap adanya bagian-bagian yang berbeda-beda dan terpilah-pilah melalui bentuk-bentuk pengelompokan atau segresi.
d.      Adanya batas final dari semua proses evolusi di dalam suatu keseimbangan akhir.

Spencer memandang sosiologi sebagai suatu studi evolusi di dalam bentuknya yang paling kompleks. Evolusi ini adalah merupakan evolusi superorganis yang termasuk semua proses dan produk tindakan yang dillakukan oleh individu-individu. Di dalam karyanya, Prinsip-Prinsip Sosiologi, Spencer membagi pandangan sosiologisnya menjadi 3 bagian yaitu:
a.       Faktor-faktor extrinsic asli seperti: fisis dan iklim.
b.      Faktor-faktor intrinsic asli seperti: fisis, intelektual, rasa, atau emosional manusia.
c.       Faktor asal muasal seperti modifikasi masyarakat, bahasa, pengetahuan, kebiasaan, hukum, dan lembaga-lembaga.

KARL MARX


A.    Biografi
Karl Heinrich Marx lahir di Trier, Jerman, 5 Mei 1818 meninggal di London 14 Maret 1883 pada umur 64 tahun adalah seorang filsuf pakar ekonomi politik dan teori kemasyarakatan dari Prusia. Ayahnya, seorang pengacara, menafkahi keluarganya dengan relatif baik, khas kehidupan kelas menengah. Orang tuanya adalah dari keluarga pendeta Yahudi (rabbi). Tetapi, karena alasan bisnis ayahnya menjadi penganut ajaran Luther ketika Karl Marx masih sangat muda. Tahun 1841 Marx menerima gelar doktor filsafat di Universitas Berlin, universitas yang sangat dipengaruhi oleh Hegel dan guru-guru muda penganut filsafat  Hegel, tetapi berpikiran kritis. Gelar doktor Marx didapat dari kajian filsafat yang membosankan, tetapi kajian itu mendahului berbagai gagasannya yang muncul kemudian. Setelah tamat ia menjadi penulis untuk sebuah koran liberal radikal dan dalam tempo 10 bulan ia menjadi editor kepala koran itu. Tetapi karena pendirian politiknya, koran itu kemudian ditutup oleh pemerintah. Esai-esai awal yang diterbitkan dalam periode ini mulai mencerminkan sejumlah pendirian yang membimbing Marx sepanjang hidupnya. Esai-esai tulisan Marx itu secara bebas ditaburi prinsip-prinsip demokrasi, kemanusiaan dan idealisme awal. Ia menilak keabstrakan filsafat Hegelian, mimpi naif komunis utopian dan gagasan aktivis yang mendesakkan apa yang ia anggap sebagai tindakan politik prematur. Marx menikah pada 1843 dan tak lama kemudian ia terpaksa meninggalkan Jerman untuk mendapatkan suasana yang lebih liberal di Paris. Di Paris ia terus bergulat dengan gagasan Hegel dan pendukungnya, tetapi ia juga menghadapi dua kumpulan gagasan baru sosialisme Perancis dan ekonomi politik Inggris. Dengan cara yang unik ia menggabungkan Hegelianisme, sosialisme dan ekonomi politik yang kemudian menentukan orientasi intelektualnya. Hal yang sangat penting pula adalah pertemuannya dengan orang yang kemudian menjadi teman seumur hidupnya, donatur dan kolaboratornya yakni Fredrich Engels (Carver, 1983).
Engels anak pengusaha pabrik tekstil menjadi seorang sosialis yang mengkritik kondisi kehidupan yang dihadapi kelas buruh. Banyak diantara rasa kasihan Marx terhadap kesengsaraan  kelas buruh berasal dari paparannya kepada Engels dan gagasannya sendiri. Tahun 1844 Marx dan Engels mengadakan diskusi panjang di sebuah cafĂ© terkenal di Paris dan meletakkan landasan kerja untuk bersahabat seumur hidup. Mengenai diskusi itu Engels berkata, “Kesepakatan lengkap kami dalam semua bidang teori menjadi nyata dan perjanjian kerjasama kami mulai sejak itu” (McLellan, 1993:131). Di tahun berikutnya menerbitkan karya The Condition of The Working Class in England. Selama periode itu Marx menerbitkan sejumlah karya yang sukar dipahami (kebanyakan belum diterbitkan semasa hidupnya) termasuk The economic and Philosophic Manuscripts of 1844 yang menandakan  perhatiannya terhadap bidang ekonomi makin meningkat.

Meski Marx dan Engels mempunyai orientasi teoritis yang sama, namun ada juga beberapa perbedaan diantara mereka. Marx cenderung menjadi seorang intelektual teoritisis yang kurang teratur dan sangat berorientasi kepada keluarganya. Engels adalah pemikir praktis, rapi dan pengusaha teratur dan orang yang tak percaya pada lembaga keluarga.  Meski mereka berbeda Marx dan Engels menempa kerjasama yang akrab sehingga mereka berkolaborasi dalam menulis buku dan artikel dan bekerjasama dalam organisasi radikal, dan bahkan Engels membantu membiayai Marx selama sisa hidupnya sehingga memungkinkan Marx mencurahkan perhatian pada kegiatan intelektual dan politiknya.

Banyak yang percaya bahwa Engels gagal memahami berbagai seluk beluk karya Marx. Setelah Marx meninggal, Engels menjadi juru bicara utama teori Marxian dan dalam berbagai cara menyimpangkan dan terlalu menyederhanakannya, meski ia tetap setia terhadap perspektif politik yang ia tempa bersama Marx.

Karena beberapa tulisannya telah mengganggu pemerintah Prusia, pemerintah Perancis (atas permohonan Prusia) mengusir Marx tahun 1845 dan karenanya Marx pindah ke Brussel. Radikalismenya meningkat dan ia menjadi anggota aktif gerakan revolusioner internasional. Ia pun bergabung dengan Liga Komunis dan bersama Engels diminta menulis anggaran dasar liga itu. Hasilnya adalah Manifesto Komunis 1848, sebuah karya besar yang ditandai oleh slogan-slogan politik yang termasyhur (misalnya, “Kaum buruh seluruh dunia, bersatulah!”).

Tahun 1894 ia pindah ke London dan, mengingat kegagalan revolusi politik tahun 1848, ia mulai menarik diri dari aktivitas revolusioner dan beralih ke kegiatan riset yang lebih rinci tentang peran sistem kapitalis. Studi ini akhirnya menghasilkan tiga jilid buku das Kapital. Jilid pertama diterbitkan tahun 1867; kedua jilid lainnya diterbitkan sesudah ia hidup dalam kemiskinan, membiayai hidupnya secara sederhana dari honorarium tulisannya dan bantuan dana dari Engels. Tahun 1864 Marx terlibat kembali dalam kegiatan politik, bergabung dengan “The International”, sebuah gerakan buruh internasional. Ia segera menonjol dalam gerakan itu dan mencurahkan perhatian selama beberapa tahun untuk gerakan itu. Ia mulai mendapat popularitas, baik sebagai pemimpin internasional maupun sebagai penulis das Kapital. Perpecahan gerakan Internasional tahun 1876, kegagalan berbagai gerakan revolusioner dan penyakit-penyakit, akhirnya membuat Mark ambruk. Istrinya wafat tahun 1881, anak perempuannya tahun 1882 dan Marx sendiri wafat di tahun 1883.

B.     Teori – Teori Karl Marx
Karl Marx dan Materialisme Historis - Dialektika
            Bagi Marx, sturktur sosial tidak tercipta secara acak. Ia berpendapat pola yang cukup pasti dalam hal cara masyarakat di berbagai tempat di dunia, pada berbagai masa dalam sejarah, mengorganisasi produksi benda-benda material. Teori tentang sejarah dan masyarakat ini disebut materialisme historis. Untuk tujuan pembahasan bab ini, kita dapat mengidentifikasi unsur-unsur berikut.

            Pertama, semua masyarakat yang ada kini atau ada sejak dahulu hingga kini menunjukkan salah satu dari lima cara mengorganisir produksi. Cara-cara memproduksi ini disebut Marx sebagai mode produksi. Kelima mode (secara urut) adalah komunis primitif, kuno, feodal, kapitalis, dan komunis.

            Kedua, terpisah dari mode produksi pertama dan terakhir—yakni mode komunis primitif dan komunis—setiap mode memiliki satu kesamaan ciri khas, yakni produksi benda material itu berbasis kelas. Meskipun istilah “kelas” memiliki kegunaan yang berbeda di mana saja dalam sosiologi (dan dalam segala macam penggunaan dalam pembicaraannya) penggunaan Marxis cukup spesifik. Menurut Marx, pada semua masyarakat non-komunis—pada mode kuno, feodal dan kapitalis—hanya ada dua kelas yang penting. Ada kelas yang memiliki sarana produksi—ini menjadi harta kekayaan mereka.

            Dalam sistem produksi yang berbasis kelas, barang-barang yang diproduksi dengan cara yang cukup pasti. Mayoritas orang yang tidak memiliki sarana produksi, melakukan pekerjaan produktif untuk kepentingan pihak minoritas yang memiliki sarana produksi. Dalam teori marxis, ini adalah ciri kunci masyarakat non-komunis setiap masa dalam sejarah. Prodiksi barang material (aktivitas manusia yang paling penting), selalu terjadi dengan melakukan eksploitasi tenaga kerja mayoritas, yakni kelas yang tidak memiliki sarana produksi oleh kelas minoritas, yang memiliki sarana produksi dan tidak mengerjakan sendiri. Jadi, hubungan antar kelas adalah hubungan konflik.

            Tidak ada kelas pada mode komunis, baik komunis primitif maupun komunis. Pada masyarakat komunis primitif, masyarakat tidak memproduksi surplus. Ini biasanya karena lingkungan yang tidak bersahabat, atau karena kekurangan teknologi know-how, atau kombinasi keduanya. Karena warga masyarakat hanya mungkin memproduksi kebutuhan secukup hidup, setiap orang harus bekerja. Tidak ada kekayaan surplus, karena itu tidak memungkinkan munculnya kelas untuk mengeksploitasi orang lain. Pada mode komunis tidak ada kelas karena kekayaan pribadi dihapuskan—orang tidak bisa memiliki sendiri sarana produksi. Karena pada mode produksi berbasis kelas barang-barang dihasilkan dalam cara eksploitatif ini, dalam tulisan-tulisan Marxis pemilik sarana produksi biasanya disebut kelas dominan, sedangkan kelas yang memiliki, namun dieksploitasi untuk melakukan pekerjaan produktif, disebut kelas subordinat.

            Menurut Marx, semua mode non-komunis mempunyai kesamaan produksi barang-barang dengan menerapkan dominasi dan eksploitasi suatu kelas terhadap kelas yang lain. Yang membedakan dalam setiap kasus adalah siapa anggota kelas tersebut. Setiap mode produksi non-komunis memiliki kelas dominan, yang memiliki kekayaan, yang berbeda; demikian pula kelas subordinat, yang dieksploitasi, yang tidak memiliki kekayaan, yang berbeda pula. Selanjutnya, setiap mode tumbuh untuk menyebabkan kematian mode yang lain.

Hasil dari teori historis Karl Marx pada masyarakat antara lain :
  1. masyarakat feudalisme, dimana faktor-faktor produksi berupa tanah pertanian dikuasai oleh tuan-tuan tanah.
  2. Pada masa kapitalisme hubunganantara kekuatan dan relasi prodksi akan berlangsung, namunkarena terjadi peningkatan output dan kegiatanekonomi, sebagaimana feudalisme juga mengandung benih kehancurannya, maka kapitalismepun akan hancur dan digantikan dengan masyarakat sosialise.
  3. Masa sosialisme dimana relasi produksi mengikuti kapitalisme masih mengandung sisa-sisa kapitlisme.
  4. Pada masa komunisme, manusia tidak didorong untuk bekerja dengan intensif uang atau materi.
Menurut Karl Marx dalam komoditas dan kelas dapat dibagi menjadi dua kelas, yaitu:
  1. kaum kapitalis (borjuis) yang memiliki alat-alat produksi.
  2. Kaum buruh (proletar) yang tidak memiliki alat-alat produksi, ruang kerja, maupun bahan-bahan produksi.
Alienasi
Alienasi berkaitan dengan pemilikan pribadi, penguasaan, pemisahan antara pekerja, modal dan tanah, pertukaran dan persaingan, nilai dan merosotnya nilai dan harkat manusia, monopoli dan kompetisi serta sistem uang. Pada kenyataannya, ekonomi kontemporer menampakkan pekerja menjadi semakin miskin di tengah kemakmuran yang ia produksi dan peningkatan kekuasaan dan perluasan produksi.

Karl Marx membagi tiga jenis alienasi, yaitu pertama, alienasi pekerja dari objeknya. Alienasi ini berkaitan dengan hubungan langsung antara pekerja dengan produk yang dihasilkannya. Pada kenyataannya, pekerja ternyata tidak mampu memiliki barang yang diproduksinya sendiri atau dengan kata lain seorang pekerja dengan alasan tertentu tidak memiliki akses yang cukup untuk melakukannya. Hubungan antara pekerja dengan objek atau produknya dengan demikian menggambarkan hubungan pekerja dengan objek yang ia produksi itu sendiri. Hubungan antara pemilik sarana produksi dengan objek produksi dan produksi itu sendiri hanya merupakan konsekuensi dari hubungan pekerja dengan objeknya ini.

Kedua, alienasi keperibadian, yakni alienasi yang tidak hanya berkait dengan hasil produksi melainkan lebih berkaitan dengan proses produksi di dalam aktifitas produksi itu sendiri. Hal ini terjadi berkaitan dengan munculnya kenyataan bahwa pekerjaan itu menjadi sesuatu yang eksternal dari pekerja itu sendiri. Pekerjaan yang dilakukannya bukan bagian dari jiwanya. Konsekuensi yang muncul kemudian pekerja tidak lagi bekerja secara bebas tetapi dengan keterpaksaan. Ia tidak menjadi dirinya sendiri karena kerja yang dilakukannya diperuntukkan bagi orang lain bukan untuk dirinya sendiri. Oleh sebab itulah konsepsi kerja daalam model seperti ini tidak dapat dikatakan dengan kerja produktif melainkan lebih kepada eksploitasi fisik dan mental manusia untuk memenuhi tuntutan-tuntutan perluasan produksi massal.

Ketiga, alienasi tenaga kerja. Marx memandang bahwa manusia adalah makhluk yang memperlakukan dirinya sebagai makhluk hidup yang bersifat universal dan memiliki kehendak bebas yang kuat. Konsepsi kerja dalam sistem kapitalisme telah mengubah hakikat manusia yang demikian ini menjadi manusia pekerja tanpa eksistensi antrologisnya. Alienasi pekerja dengan demikian merupakan alienasi alam dari manusia sekaligus alienasi manusia dari dirinya sendiri. Alienasi tenaga kerja menunjukkan hubungan bahwa manusia yang sebenarnya memiliki kesadaran rasional justru menjadikan aktifitas hidupnya hanya semata-mata sebagai alat kehidupan atau produktivitas sistem ekonomi yang berlaku yaitu kapitalisme. Konsekuensinya adalah manusia kemudian saling mengalienasi diri, terjebak dalam paham individualistik yang parah, dan hanya mengembangkan kemampuan akalnya untuk sekedar bertahan hidup dengan berkompetisi satu sama lain tanpa menyadari bahwa sebenarnya mereka memiliki kesadaran kolektif untuk membentuk kehidupan yang lebih manusiawi.

Pendapat Karl Marx tentang tujuan akhir berupa masyarakat tanpa kelas sebenarnya merupakan suatu yang paradoks dengan konsep dialektis itu sendiri. Dialektisisme merupakan sebuah proses yang terus menerus sehingga tidak akan tercipta kemandegan. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana mungkin masyarakat tanpa kelas akan terwujud? Bukankah dalam proses bermasyarakat tetap harus ada pembagian kerja? Teori masyarakat tanpa kelas Marx memang semacam utopisme yang penuh paradoks dalam teori-teorinya. Pandangan Marx tentang sejarah yang saintifik telah mereduksi kemanusian. Mansia hanya menjadi korban dari barang-barang produksi dan tidak lagi memiliki independensi.


DAFTAR PUSTAKA
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2011. Teori Sosiologi Klasik. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Agger, Ben. 2008. Teori Sosial Kritis. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Jones, Pip; alih bahasa Achmad Fedyani Saifuddin. 2009. Pengantar Teori-Teori Sosial-Dari Teori Fungsionalisme hingga Post-modernisme.. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

MAX WEBER


A.      Profil Max Weber
Max Weber lahir di Erfurt, Thuringia tahun 1864, tetapi dibesarkan di Berlin di mana keluarganya pindah ketika dia berumur lima tahun. Keluarganya adalah orang protestan  kelas menengah-atas, sangat termakan oleh kebudayaan Borjuis. Ayahnya adalah seorang hakim di Erfurt dan ketika keluarganya pindah ke Berlin, beliau menjadi seorang penasihat di pemerintahan kota dan kemudian menjadi anggota Prussian House of Deputies dan German Raichstag. Dia terlibat dalam partai liberal nasional; dia sering bergaul dengan kaum intelektual dan politisi di Berlin. Ayah Weber nampaknya senang dengan kompromi politik dan kesenangan borjuis.

Ibu Weber, Helena Fallenstein Weber, memiliki watak yang sangat berbeda keyakinan agama serta perasaan shaleh calfinis jauh lebih besar daripada suaminya. Ketegangan keluarga muncul dari perkawinan antara seorang ibu yang sangat shaleh dan penuh tanggung jawab dengan seorang poltisi yang suka bersenang-senang dan mudah kompromi,yang mengendalikan keluarganya dengan tangan besi, malah sampai menganiaya istrinya. Latar belakang ini,merupakan satu elemen dalam konflik batin yang menderita Weber selama hampir seluruh kehidupan dewasanya.

Ketika masih kecil, Weber adalah seorang pemalu dan sering sakit tetapi dia sangat genius. Dia membaca dan menulis sesuatu  secara ilmiah ketika dia masih remaja. Dia memberontak terhadap otoritas guru-gurunya, berpendapat bahwa sekolah yang rutin itu membosankan dan intelektual teman sebayanya sangat tidak karuan. Pada usia 18 tahun, Weber mulai mempelajari  hukum di Univeritas Heidleberg. Pada waktu itu dia terlihat memiliki identifikasi yang kuat terhadap ayahnya.

Selama studinya di Heidleberg, ia menjalin hubangan erat dengan paman dan bibinya. Ibu dan keluarga Baunggarten (pamannya) memberikan prioritas kepada ideal-ideal etika protestanisme. Akhirnya Weber menolak sikap ayahnya yang bersifat amoral, prioritas kepada kepentingan politik dan ekonomi sehingga Weber mengarahkan perilakunya sesuai dengan ibunya.

Pada tahun 1884, Max Weber meninggalkan Heilderberg untuk balik ke Berlin menjalani wajib militer dan setelah sekitar delapan tahun dia kuliah di Universitas Berlin untuk mendapatkan gelar doktor. Setelah lulus, dia mendapatkan karir menjadi pengacara dan pengajar, yang berminat pada persoalan ekonomi, sejarah, dan sosiologi.

Pada tahun 1896 Max Weber menjadi Profesor ekonomi di Heilderberg.  Namun, ketika karirnya sedang berkembang pada tahun 1897 ayahnya meninggal sehingga selama enam atau tujuh tahun Weber mengalami penurunan mental yang berpengaruh pada fisik dan dia sering tidak bekerja. Selang kemudian pada tahun 1903 dia mulai kuliah perdananya di Amerika Serikat. Dalam kurun waktu enam tahun setengah dia kembali aktif dalam kehidupan akademik dibuktikan dengan karya-karyanya. Pada tahun 1904 dan 1905 dia menerbitkan karya terkenalnya, The Protestant Ethic And The Spirit Of Capitalism. Karya ini tentang  kesalehan ibunya yang diwarisinya dalam tingkat akademik. Ketika dia meninggal (14 juni 1920) dia tengah mengerjakan karya terpentingnya, Economy And Society, meskipun belum sempat selesai tapi buku ini sudah diterjemahkan kedalam banyak bahasa. Selain Weber banyak menerbitkan karya-karyanya dia juga membantu aktivis lain untuk mendirikan Masyarakat Sosiologi Jerman pada tahun 1910.

B.       Teori-teori Max Weber
Pemikiran Weber yang paling terkenal mencerminkan suatu tradisi idealis yaitu tekanannya pada verstehen (pemahaman subyektif) guna memperoleh pemahaman yang valid menyangkut makna-makna subyektif tindakan sosial. Pemikiran ini bukan berarti sekedar bisa dimaknai sebagai introspeksi diri, melainkan suatu empati, yaitu suatu kemampuan untuk menempatkan diri dalam kerangka berpikir orang lain yang perilakunya mau dijelaskan dan situasi serta tujuan-tujuannya mau dilihat menurut perspektif tersebut.
Weber mengembangkan tipe ideal sebagai suatu cara untuk memungkinkan perbandingan dan generalisasi empirik. Weber mengemukakan bahwa suatu tipe ideal dibentuk dengan suatu penekananan yang berat sebelah mengenai satu pokok pandangan atau lebih, atau dengan sintesa dari gejala-gejala individual konkrit, yang sangat tersebar, memiliki sifatnya sendiri-sendiri, yang kurang lebih ada dan kadang-kadang tidak ada, yang diatur menurut titik pandangan yang diberi tekanan secara berat sebelah ke dalam suatu konstruk analitis yang terpadu.


Max Weber mengemukakan lima ciri pokok  yang menjadi sasaran penelitian Sosiologi, yaitu :
1.         Tindakan manusia yang menurut si pelaku mengandung makna yang subyektif dan ini meliputi berbagai tindakan nyata.
2.         Tindakan nyata dan bersifat membatin sepenuhnya serta bersifat subyektif
3.         Tindakan yang meliputi pengaruh positif dari suatu situasi, tindakan yang sengaja diulang dalam bentuk persetujuan secara diam-diam
4.         Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa individu
5.         Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada orang itu.

Tipe-Tipe Tindakan Sosial
Bagi Weber konsep rasionalitas mwerupakan kunci bagi suatu analisa obyektif mengenai arti-arti subyektif dan juga merupakan dasar perbandingan mengenai jenis-jenis tindakan sosial yang berbeda. Rasionalitas dan peraturan yang biasa mengenai logika merupakan suatu kerangka acuan bersama secara luas di mana aspek-aspek subyektif perilaku  dapat dinilai secara obyektif. Rasionalitas merupakan konsep dasar yang digunakan Weber dalam klasifikasinya mengenai tipe-tipe tindakan sosial. Pembedaan pokok yang diberikan adalah antara tindakan rasional dan non-rasional.

1.         Rasionalitas instrumental
Tingkat rasionalitas yang paling tinggi ini meliputi pertimbangan dan pilihan yang sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan alat yang dipergunakan untuk mencapainya. Weber menjelaskan:
“Tindakan diarahkan secara rasional ke suatu sistem dari tujuan-tujuan individu yang memiliki sifat-sifatnya sendiri-sendiri apabila tujuan itu alat dan akibat-akibat sekundernya diperhitungkan dan dipertimbangkan semuanya secara rasional hal ini mencakup pertimbangan rasional atas alat alternatif untuk mencapai tujuan itu, pertimbangan mengenai hubungan-hubungan tujuan itu dengan hasil-hasil yang mungkin dari penggunaan alat tertentu apa saja, dan akhirnya pertimbangan mengenai pentingnya tujuan-tujuan yang mungkin berbeda secara relatif”.


2.         Rasionalitas yang berorientasi nilai
Dibanding dengan rasionalitas instrumental sifat rasionalitas ini yang penting adalah bahwa alat-alat hanya merupakan obyek pertimbangan dan perhitungan yang sadar.  Tujuan-tujuannya sudah ada dalam hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolut. Nilai-nilai akhir bersifat non-rasional dalam hal di mana seseorang tidak dapat memperhitungkannya secara obyektif mengenai tujuan-tujuan mana yang harus dipilih.

3.         Tindakan tradisional
Tindakan tradisional merupakan tipe tindakan sosial yang bersifat non-rasional. Seseorang individu memperlihatkan perilaku karena kebiasaan, tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan, perilaku seperti ini digolongkan perilaku tradisional. Apabila kelompok atau seluruh masyarakat didominasi oleh orientasi ini, maka kebiasaan dan institusi mereka didukung oleh kebiasaan atau tradisi yang sudah lama sebagai acuan yang diterima begitu saja tanpa persoalan.

4.         Tindakan afektif
Tipe tindakan ini ditandai oleh dominasi perasaan atau emosi tanpa refeleksi intelektual atau perencanaan yang sadar. Tindakan seseorang yang sedang mengalami suatu perasaan dan diungkapkan tanpa refleksi berarti sedang memperlihatkan tindakan afektif. Tindakan ini benar-benar tidak rasional karena kurangnya pertimbangan logis, ideologi, atau kriteria rasionalitas lainnya.